Sabtu, 08 Oktober 2011

Hukum dan Kriminal

TERKAIT MARKUS DI POLRETRO KOTA BEKASI (7)

“Ganja” Versi Surat Putusan Sri Andini SH  Dalam Kacamata UURI No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika


                                    Ketum DPP LSM-GERAK (Gerakan Rakyat AntiKorupsi) Novel Manurung

Bekasi SBN -----     Tujuan utama kekuasaan kehakiman menurut konstitusi adalah mewujudkan cita-cita kemerdekaan RI, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur melalui jalur hukum.
Reformasi di bidang kekuasaan Kehakiman ditujukan untuk : (1) menjadikan kekuasaan Kehakiman sebagai institusi yang independen, (2) mengembalikan fungsi yang hakiki dari kekuasaan Kehakiman untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum, (3) menjalankan fungsi check and balance bagi institusi kenegaraan lainnya, (4) mendorong dan menfasilitasi serta menegakkan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis guna mewujudkan kedaulatan rakyat, (5) melindungi martabat kemanusiaan dalam bentuk yang paling kongkrit.
Fungsi utama dari Lembaga Peradilan adalah mewujudkan tujuan hakiki dari kekuasaan Kehakiman yang merdeka dan mandiri yaitu mewujudkan kedaulatan rakyat, interpreter of the constitution,menegakkan keadilan, kebenaran dan kepastian hukum,menjalankan fungsi check and balance guna menegakkan prinsip-prinsip negara hukum demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Perubahan masyarakat dan teknologi membawa pengauruh yang sangat besar dalam perubahan hukum, baik hukum pidana materiil yang diimplementasikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), maupun dalam hukum pidana formilnya, yang tercantum dalam Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Bab XII Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur tata cara “Pemeriksaan Disidang Pengadilan”, disinilah peran kekuasaan Kehakiman menjadi dominan dalam mewujudkan keadilan bagi masyarakat.Resiko yang paling besar yang akan dihadapi si pencari keadilan atas kebebasan dan kekuasaan kehakiman adalah kondisi kepribadian Majelis Hakim yang mengdili perkara yang disidangkan di sidang pengadilan.
Inti dari seluruh pemeriksaan yang dilakukan di dalam persidngan adalah “Pembuktian,bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersaalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya”, (pasal 183 KAHAP).
Sebagaimana judul tulisan ini dibuat terinspirasi dari perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Bekasi sebanyak 15 kali dalam perkara No. Reg. Perkara : PDM-370/Bks/04/2011,dengan Majelis Hakim di Ketuai Sri Andini SH, Hakim anggota Sunarto SH dan Karlen Parhusip SH,Afrienda SH. MH sebagai Panitera Pengganti. Sebagai JPU Aris Munandar SH, dengan terdakwa Afriska Prakasa dan Bobby Derianza,dengan materi uraian “terpenuhinya semuah unsur” sesuai pasal 197 hurf h, sebagaimana tertuang dalam Surat Putusan No. 794/Pid B/2011/PN Bks,yang akhirnya di banding oleh terdakwa II Bobby Derifianza.
Dengan mengabaikan seluruh proses persidangan, penulis mencoba menguraikan unsur Narkotika golongan I yang dinyatakan terpenuhi oleh Majelis Hakim, melalui berbagai bahan pertimbangan dan penulis akan tetap mengacu kepada UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang menjadi dasar dakwaan yang diajukan oleh JPU.
Diawali dengan tulisan dari Surat Putusan Majelis Hakim, menimbang, bahwah dakwaan alternatif kedua yang diatur dan diancam pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengandung unsur sebagai berikut.1, setiap orang, 2. Penyalah guna, 3. Narkotika Golongan I, 4. Bagi diri sendiri, 5. Beberapa orang melakukan perbuatan pidana.
 Yang dimaksud Narkotika Golongan I versi Surat Tuntutan Sri Andini SH adalah “ganja”  tanpa wujud (abstrak), selanjutnya di padukan dengan Surat Keterangan Nomor : Sket/66/XII/2010/ Dokkes dan Surat Keterangan Nomor : Sket/67/XII/2011/Dokkes yang ditanda tangani oleh Dr. Dini Budiasih Kaur Dokkes Polres Metro Bekasi,dengan menyatakan hasil ters urine, di dalam air seninya terdapat THC (tetrahydrocannabinol) : (+) dan menyatakan telah terjadi penyalahgunaan Narkoba/Zat Adiktif lainnya.
Selanjutnya Majelis membuat kesimpulan bahwa THC atau Tetrahydrocannabinol sebagaimana dimaksud dalam lampiran I UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah termasuk dalam daftar Narkotika golongan I angka 9, dengan demikian unsur Narkotika Golongan I menurut hukum terpenuhi.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada majelis Hakim penulis berpendapat bahwa Majelis Hakim telah merubah fungsi Pengadilan menjadi Labolatorium forensik dengan menjadikan persidangan tempat menguji unsur Narkotika Golongan I melalui pertimbangan-pertimbangan untuk memastikan yang mereka inginkan dapat diakui sebagai Narkotika Golongan I. Dengan demikian sesaat  Majelis Hakim juga beruba fungsi menjadi Dokter Forensik dan menjadikan kandungan zat THC (tetrahydrocannabinol) : yang terdapat dalam air seni para terdakwa sebagai Narkotika Golongan I serta menyatakannya terdaftar dalam Lampiran I UU RI no 35 Tahun 2009 tentang narkotika, sehingga unsur Narkotika Golongan I sebagai persyaratan sesuai pasal 197 hurf h,  Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terpenuhi.
Dalam Bab I Ketentuan Umum pasal (1) ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tetang Narkotika di tuliskan, Narkotika adalah zat atau obat yang berasl dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabakan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagamana terlampir dalam undang-undang ini.
Dalam Lampiran I UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Ganja yang dinyatakan dalam dakwaan hanya sebagai pengakuan (abstrak) dalam Lampiran ini termasuk dalam daftar nomor 8, bersama tanaman lainnya. Sedangkan THC (Tetrahydrocannabinol) yang terdapat dalam air seni hanya merupakan kandungan zat, sedangkan THC (Tetrahydrocannabinol) yang termasuk dalam daftar no. 9 dalam Lampiran I UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika memilki indentitas sendiri sebangai senyawa kimia  (stereo kimia).
Dengan demikian menurut kacamata UU RI No. 35 tahun 2009 yang dipahami penulis kandungan THC (Tetrahydrocannabinol) yang terdapat dalam air seni tersebut, hanyalah merupakan kandungan zat, tidak sama dengan  THC (Tetrahydrocannabinol)  yang terdapat dalam Daftar Lampiran I angka 9 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sehingga unsur Narkotika Golongan I tidak jelas dan tidak terpenuhi.  
Dengan tidak terpenuhinya unsur Narkotika golongan I tersebut unsur penyalahgunaan Narkotika gugur dengan sendirinya,sebab kandungan THC (Tetrahydrocannabinol) yang terdapat dalam air seni memerlukan pembuktian lebih dalam, apakah masuk secara melawan hukum atau masuk melalui obat-abatan dan makanan resmi yang beredar dipasaran yang dapat juga masuk melalui perawatan kesehatan sebagaimana tertuang dalam Bab I Ketentuam Umum pasal (1) ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tetang Narkotika.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah status keberadaan barang bukti ganja yang didapat dari tersangka I Afriska Prakasa yang dalam persidangan diakui di beli dengan harga Rp 50.000 dengan menggunakan uang  sendiri dan akan dijual kepada Destia seharga Rp 100.000. Mengapakah dakwaan I yaitu pasal 111 ayat (1) bahkan dapat ditambah dengan dakwaan subsider pasal 114 UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan barang bukti  1 (satu) bungkus rokok jarum super yang didalamnya terdapat 1 (satu) bungkus kertas koran berisikan ganja dengan berat 1.0067 gram. Dan barang buti tersebut benar ganja yang mengandung  THC (Tetrahydrocannabinol)  dan terdaftar sebagai Narkotika golongan I nomor 8 Lampiran I UURI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,sebagaimana telah di uji oleh Badan Reserse Kriminalistik Polri, Pusat Labolatorium Forensik dengan No : LAB : 214/NNF/2011,yang nyata-nyata telah diabaikan Majelis Hakim ???????. (tim)


1 komentar:

Koran Warta Nusantara Profil Redaksi mengatakan...

Sebaiknya hakim tersebut bertobat

Posting Komentar