Sabtu, 08 Oktober 2011

Analisa peradilan


“Mengintip Prilaku Jaksa Kajari Bekasi”    Dalam Penempatan Alat Bukti Yang Sah Di Surat Tuntutan

John Wilson si Jabat Ketua Departemen Antar Lembaga DPP-IPI (Ikatan Pemuda Indonesia)



Bekasi SBN------ Dalam hukum pidana formil, yang tercantum dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),telah diatur tata cara pembuktian dalam proses persidangan guna mendapatkan ke adilan bagi tersangka maupun korban yang diajukan di persidangan.
Inti dari seluruh pemeriksaan yang dilakukan di dalam persidangan adalah “Pembuktian,bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersaalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya”. Dalam proses pembuktian ini pulah si terdakwa ditentukan hukumannya sebagai pertanggung jawaban atas pelanggaran yang telah dilakukannya.
Sesuai pasal 183 Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),  seluruh alat bukti yang diajukan tersebut merupakan penuntun bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara yang disidangakan.
Persyaratan yang mutlak dalam pasal tersebut adalah :” alat bukti yang diajukan haruslah merupakan alat bukti yang sah dan meyakinkan”, yang didapat berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan di persidangan.
Bahan analisa kali ini diangkat dari Surat Tuntutan Nomor Reg. Perkara : PDM-319/II/Bks/03/2011, yang dibuat oleh JPU Aris Munandar SH, dalam sidang perkara dugaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika di PN Bekasi. Alasan penulis menjadikan Surat Tuntutan tersebut sebagai bahan kajian dikarenakan perjalanan sidang perkara tersebut telah banyak mendapat perhatian publik karena telah dimuat di berbagai media Nasional, menurut pengamatan penulis sendiri terdapat sejumlah kejanggalan dari setiap alat bukti yang diajukan dengan persesuaian terhadap pasal yang dikenakan.
Menjadi pokok bahasan adalah pembuktian yang dilakukan JPU atas dakwaan kedua pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika  Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang unsur-unsur nya dalah 1. Barang siapa, 2. Tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri, 3. Yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan.
Pembuktian unsur “tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri “ 
# Berdasarkan keterangan saksi-saksi.
Sebelum menjadikan keterangan saksi sebagai alat bukti dalam pembuktian suatu tindak pidana, terlebih dahulu kita memenuhi persyaratan sesuai pasal 183 Undang-undang RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” alat bukti yang diajukan haruslah merupakan alat bukti yang sah dan meyakinkan”.
Sah tidaknya keterangan saksi sebagai alat bukti sebagimana diatur dalam pasal 184 ayat (1)  KUHAP haruslah mengacu kepada pasal 1 ayat 27 KUHAP yang berbunyi “keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.
Dengan demikian keterangan saksi-saksi yang diperoleh melalui keterangan tersangkah yang berada di bawah kekuasaannya tidaklah dapat dijadikan barang bukti , maka secara otomatis seluruh keterangan saksi-saksi yang melakukan penangkapan tidak dapat dijadikan dasar pembuktian unsur “tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri “ (tidak terpenuhi) .
# Berdasarkan pemeriksaan Kriminalistik No : 214/NNF/2011 tanggal 14 Februari 2011
Yang dimaksud dengan Hasil pemeriksaan tersebut adalah 1 (satu) bungkus rokok jarum super yang didalamnya terdapat 1 (satu) bungkus kecil kertas koran berisikan bahan/daun dengan berat netto 1,274 gram yang ditemukan penyidik dari saku celana tersangka I Afriska prakarsa. Dengan ditemukannya barang bukti tersebut dikantong celana tersangka I oleh penyidik dalam keadaan utuh (belum terpakai) maka : unsur “tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri “  tidak terbukti (tidak terpenuhi).
 # Berdasarkan surat keterangan pemeriksaan Dokkes
surat keterangan No. Nomor : Sket/66/XII/2010/ Dokkes dan Surat Keterangan Nomor : Sket/67/XII/2011/Dokkes yang ditanda tangani oleh Dr. Dini Budiasih Kaur Dokkes Polres Metro Bekasi,dengan menyatakan hasil ters urine, di dalm air seninya terdapat THC (tetrahydrocannabinol) : (+) dan menyatakan telah terjadi penyalahgunaan Narkoba/Zat Adiktif lainnya. Hasil pemeriksaan tesebut dilakukan untuk mendukung pembuktian seuatu benda atau alat/bahan yang dijadikan bukti dalam melakukan tindak pidana, sedangkan zat THC (Tetrahydrocannabinol) yang terdapat dalam air seni memerlukan pembuktian lebih dalam, apakah masuk secara melawan hukum atau melalui obat-abatan dan makanan resmi yang beredar dipasaran yang dapat juga melalui perawatan kesehatan sebagaimana tertuang dalam Bab I Ketentuam Umum pasal (1) ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tetang Narkotika.Selain itu permintaan untuk memeriksakan kesehatan yang dilakukan oleh Dr tersebut dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap barang bukti yang dicurigai telah disalah gunakan,sedangkan barang bukti yang diajukan penyidik yang dijadikan dasar permohonan pemeriksaan kesehatan sesungguhnya belum perna digunakan,sehingga dapat pulah disimpulkan bahwa asal muasal zat THC (Tetrahydrocannabinol) tersebut tidak plah dapat dibuktikan.Dengan demikian surat keterangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri apalagi dijadikan alat bukti yang sah dalam unsur “tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri “  (tidak terpenuhi).
Pembuktian unsur  “ Yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan”.
Keterangan terdakwa yang dibuat dibawah tekanan dan di sangkal di hadapan persidangan seharusnya menjadi bahan pertimbangan tersendiri, hal ini dilakukan demi terjaminnya hak asasi dan hak hukum yang dimiliki terdakwa. Meskipun penyidik yang dijadikan saksi verbalisan menyangkal tindak kekerasan yang mereka lakukan, hal yang sama juga harus kita berikan kepada terdakwa yang menyangkal keterangan yang di buat dan ditanda tangani di hadapan penyidik, sebab penyidik pun tidak dapat memberikan bukti pendunkung atas sangkalan yang di buat terdakwa dihadapan persidangan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan pembuktian unsur  “tanpa hak dan melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri “  dan pembuktian unsur “ Yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan”.  terkesan angat dipaksakan.
Penempatan barang bukti yang dijadikan pertimbangan dan alasan pembuktian oleh JPU Aris Munandar SH justru menggambarkan kepanikan yang dialaminya untuk menutup unsur yang benar-benar terbukti menurut undang-undang sesuai dakwan I pasal 111 yat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika  yang justru diabaikannya guna menjalankan amanah pendahulunya JPU A Fathoni yang tela memangku jabatab baru di Riau. (tim).


2 komentar:

Chelsea Epriyani mengatakan...

sebaiknya majelis hakim bersidang di Republik Mimpi dengan mengundang para Jin dan Setan menjadi peserta sidang siapa tahu, para jin dan setan bisa menunjukkan barang bukti ganja yang hanya ada dalam pengakuan.....................

LSM - GERAK mengatakan...

Majelis Hakim sedang mengadakan peradilan sesat jadi wajar barang buktinya ngak kelihatan, maklumlah sedang berada di alam gaib

Posting Komentar