Kamis, 04 Juli 2013

Bedah Buku Biografi simpang Ginting



Oleh : Ir. Taufan Ginting
Simpang GIntng Soeka Meninggal di Usia 54 Tahun (lahir 06 September 1963-meninggal 22 April 1987)

45 menit sebelum meninggal dunia, Simpang Ginting Soeka dalam situasi sesak nafas karena menderita penyakit jantung yang telah lama dideritanya masih sempat melontarkan beberapa kalimat, yakni : “Ya Tuhan, ampunilah dosa-dosa ku, dosa-dosa keluargaku, cita-cita tinggi belum tercapai, Indonesia Tanah Airku…. (diucapkan di dalam rumah), dan merdeka, merdeka, ….! (diucapkan di halaman rumah) menjelang berangkat ke Rumah Sakit. Dan pada saat mengucapkan kata-kata merdeka yang ketiga kalinya, suaranya semakin melemah dan rebah terkulai, namu nadinya berdetak lambat di atas mobil.

Setibanya di rumah, dan sakit pada saat hendak diangkat dari mobil ke atas tandu, Simpang Ginting telah meninggal dunia, sebelum dirawat Dokter. Tepatnya jam 04.00 Wib 22 April 1987 di Rumah Sakit Brimob, Jl. K. H. Wahid Hasim, Medan, sekitar 500 meter jaraknya dari rumah tinggalnya. Berita meninggalnya Simpang Ginting dimuat di berbagai media massa daerah maupun ibu kota. Jenaza disemayamkan di rumah duka Jl. Letjend Jamin Ginting, Gangg Dipanegara No. 7 Padang Bulan, Medan, sejak 22 sampai 24 April 1987. Jenazah Simpang Ginting dikebumikan di Pekuburan Kristen KM 4,5 Padang Bulan, Medan pada 24 April 1987.

Pada acara adat dan rohani, pelepasan jenazah dan pemakamannya turut hadir Hj. Rachmawati Soekarnoputri, Simon Tiranda dari Jakarta, Ngarang Sembiring dari Semarang, serta beberapa rekan seperjuangannya dari Sumatera Utara, antara lain : Dr. TD. Pardede, Abdulah Eteng, Siin Irawady, Todung Sipahutar, Piter Manik, dan beberapa Pimpinan PDI di masa itu, seperti Fatimah Ahmad. SH, dr. Panangian Siregar, Buttu R Hutapea, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Petih jenazah Simpang Ginting yang diusung oleh warga GPM ke pemakaman diselubungi dengan bendera PNI dan bendera GPM yang sebelumnya diselubungkan langsung oleh Hj. Rachmawati Soekarnoputri mewakili keluarga besar Bung Karno dan mewakili keluarga besar Front Marhaenis di seluruh tanah air.

Ratusan karangan bunga datang dari keluarga, kawan, dan lawan politiknya baik dari Sumatera Utara, dan sekitarnya, maupun dari Pulau Jawa, turut menghiasi pusara Almarhum Simpang Ginting sebagai perwujudan rasa kecintaan mereka kepadanya.

Ucapan turut belasungkawa bukan saja lewat pengiriman karangan bunga, melainkan juga melalui surat, telegram dan iklan di Surat Kabar, serta ungkapan lewat puisi dari penyair nasional dan internasional, Sitor Situmorang,dari negeri Kincir Angin Belanda yang berjudul : “Pejuang Di Jalan Rakyat, Simpang Ginting Soeka 1933-1987” yang teks nya sebagai berikut :

 


Pejuang Di Jalan Rakyat
(Simpang Ginting Soeka, 1933-1987)

Mati dan hidup generasi demi generasi
                                       Silih berganti datang dan pergi
                                     Terbatas, namun kekal dalam tujuan

                   Bersambung dalam kesetiaan dan harapan
                                           Bersama rakyat rindu Kemerdekaan
                                          Tumbuh subur di sebidang Nusantara
                               
                                Tempatmu kini berkubur pula
                                Menyatu dengan bumi Tanah Sumatera
                               Istirahat di kaki Bukit Barisan
                    Kawan, pusara adalah lambang kesinambungan
                                        Hidup mati dalam Perjuangan
                                       Bahan kekal panggilan Bung Karno
                                       Dari Blitar sampai Tanah Karo
Sitor Situmorang
Nederlan, 1 September 1987.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar