WANTARA,
Jakarta
Tidak
diresponnya pengaduan keluarga Bobby Derifianza, korban rekayasa kasus yang
dilakukan aparat penegak hukum Kota Bekasi,merupakan salah satu bukti lemahnya
penegakkan hukum terhadap aparat hukum yang menyalahgunakan jabatannya. Bahkan
kesan pembelaan dan melindungi paktek-praktek peradilan sesat di institusi
Mahkamah Agung kental terlihat dalam penanganan pengaduan yang sampaikan para
keluarga korban.
Tak dapat dipungkiri bahwa terjadinya
pembacokan terhadap Jaksa Sistoyo oleh Deddy Sugarda (44) di Pengadilan Tipikor
Bandung Rabu (29/02-2012), merupakan bukti hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap
para penegak hukum kita. Sebab motif pembacok t ersebut karena sakit hati
terhadap Sistoyo yang dianggapnya menghianati Negara dengan melakukan korupsi
dan menerima suap.
Motif
sakit hatinya Deddy Sugarda tak dapat dipandang enteng, sebab sakit hati
tersebut timbul bukan karena masalah pribadi, tetapi yang lebih besar yang
harus kita cermati adalah “DAMPAK DARI LEMAHNYA PENEGAKKAN HUKUM” tersebut
telah menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat Indonesia, bukan bagi suganda
secara pribadi. Kesengsaraan tersebut telah menimbulkan kekecewaan , kekecewaan
yang secara terus-menerus disaksikannya kian menumpuk hingga melahirkan rasa
prustasi yang dalam, akhirnya menimbulkan keberanian mengekspresikan kekecewaan
dengan tinadakan pembacokan untuk maksud dan tujuan melakukan pengahakiman
kepada sang Jaksa.
Laporan
Keluarga Bobby Derifianza yang diabaikan Badan Pangwasan Mahkamah Agung RI,
sebagai Lembaga pengak hukum tertinggi di Negeri ini, di kawawtirkan akan
melahirkan juga kekecewaan yang dalam dari kalangan Mahasiswa yang menaru
simpatik terhadap penderitaan Bobby. Hal ini terbukti dari banyaknya ajakan
untuk melakukan “REVOLUSI”, baik oleh pembaca Blog ini maupun para simpatisan
di Face Book serta para Mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas dukung Bobby.
Betapa
tidak Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi yang telah membebaskan pelaku
utama, yaitu Afriska Prakasa sang kurir ganja melalui putusan “Rehabilitasi”,
ternyata tetap menempatkan Bobby korban rekayasa di dalam tahanan karena
melakukan upaya hukum banding, yang di istilahkan Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Bandung dengan istilah
“MUNGKIN
KARENA BERSALAH DAN MENGAJUKAN BANDING” http://koransbnnews.blogspot.com/2012/01/analisa-hukum.html.
Dalam upaya hukum banding di Pengadian Tinggi
Bandung tempat terjadinya pembacokan terhadap Jaksa Sistoyo inilah praktek
peraddilan sesat kembali terulang, yang diduga dilakukan untuk melindungi
Majelis Hakim Pengadilan Negeri bekasi yang telah dihadiai kenaikan Pangkat
sebagai Ketua Pengadiloan Negeri di Jawa Tengah.
Dalam
Tulisan Ketua Umum LSM-GERAK, Novel Manurung menyatakan bahwa tindakan tersebut
sebagai tindakan sebagai pelanggaran HAM http://lsmgerak.blogspot.com/2011/12/analisa-hukum.html.
Sebagai mana saya tuliskan dalam media ini dengan Judul Hakim dan Jaksa
Seharusnya gantikan Bobby di penjara http://koransbnnews.blogspot.com/2011/12/analisa-hukum.html.
Keengganan
Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI untuk merespon dan menindaklanjuti p engaduan Keluarga Bobby Derifianza di
duga kuat dilakukan untuk melindungi praktek-praktek p eradilan sesat di lingkungan Pengadilan.
Sehingga pemindahan yang dilakukan terhadap Ha kim-Hakim bermasalah bukan merupakan
sanksi (konsekwensi) dari tindakannya, melaikan sebagai upaya pengaburab
masalah yang sesungguhnya.
Harapan masyarakat khususnya keluaraga
Bobby Derifianza kini tertumpuh kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) RI yang baru
DR.H. MUHAMMAD HATTA ALI, SH., MH, yang baru saja dilantik oleh Presiden RI
pada Kamis (1/3-2012). Tim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar