Kamis, 18 Agustus 2011

HUKUM DAN KRIMINAL

TERKAIT MARKUS DI POLRESTRO KOTA BEKASI 

ISI SURAT TUNTUTAN BUKTIKAN KETERLIBATAN JPU

                                          Novel Manurung, Ketum LSM-GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi)
Bekasi SBN-----Pepatah yang mengatakan buah jatuh tak jau dari pohonnya sepertinya pantas dibeikan kepada isi Surat tututan JPU Aris Munandar SH,sebab seluruh isi tututan teresebut sangat menyimpang dari isi dakwaan dan  materi pokok perkara yang diajukannya untuk disidangkan di Pengadilan Bekasi.Hal ini membuktikan keterlibatannya dalam praktek markus di Polretro Kota Bekasi dalam pekara Tindak Pidana penyalahgunaan Narkotika yang mengorbankan seorang Mahasiswa bernama Bobby Derifianza dari Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) dengan cara merekayasa isi Berkas Perkara (BAP),sebagaimana ramai diberitakan di media massa dan terungkap di persidangan.
 Awal terjadinya praktek markus terrsebut adalah ataas anjuran dan saran dari JPU Ahmad Patoni SH dan Aris Munandar SH kepada orng tua tersangka Afriska, agar memohon kepada penyidik untuk merubah pasal-pasal yang dituduhkan agar mendapat keringanan hukuman, dan menurut para jaksa hal tersebut harus dilakukan dengan kesepakat bersama tersangka Bobby, agar dalam persidangan nantinya memiliki kesaksian yang sama.Setelah kesepakat antara penyidik dan orang tua kedua terangka dicapai, baik menyangkut keterangan yang akan dibuat dalam BAP maupun jumlah uang yang akan diberikan, terjadilah rekayasa isi BAP tersebut sehingga tanpa melakukan verifikasi  terlebi dahulu JPU Aris Munandar SH menerima Pelimpahan Berkas Perkara(P 21) pada hari Kamis  tgl 14 April 2011, yaitu hari ke 98 di tahanan Penyidik.
Untuk memuluskan rencanya sebagaimana telah diatur dalam konspirasi tesebut JPU Ahmad Potoni dalam Surat Dakwaan yang di bacakan JPU Aris Munandar SH, menjerat kedua terdakwa dengan dua dakwaan antara lain: ancaman pidana pasal 111 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tetang Narkotika Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan ancaman pidana pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Dasar dakwaan yang dibuat JPU sesuai dengan resume dari isi Berkas Perkara No.BP/52/III/2011/Retro Bks Kota, yang pada intinya menyatakan telah terjadi tindak piadana oleh dua orang bernama Afriska prakarsa dan Bobby Derifianza dan dilakukan penangkapan pada hari Sab’tu tgl 18 Desenber 2010, pukul 14.30 di Jln Raya Agus Salim Kel. Bekasi Jaya Kec. Bekasi Timur Kota Bekasi, dengan barang bukti berupa satu (1) bungkus koran di dalam bungkus rokok Djarum Super yang setelah di periksa di Laboratorium Kriminalistik  terbukti Narkotika Golongan 1 jenis ganja.  
Surat-Dakwaan Nomor. Reg. Perkara : PDM-379/Bks/04/2011, sesungguhnya dibuat dengan melanggar pasal 10 ayat (2) UU RI No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan pasal 143 ayat (2) huruf b UU No. 8 Tahun 1981, sebab dibuat dengan tidak cermat, sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, profesional, adil,bahkan cenderung direkayasa.Sebab dakwaan yang dibuat oleh JPU Ahmad Patoni tersebut bertentanngan dengan fakta yang termuat juga dalam isi Berkas Perkara yang dikirimkan oleh penyidik.Sebagaimana diterangkan dalam dakwaan telah ditangkap dua orang pelaku tindak pidana di tempat dan waktu bersamaan yaitu pada hari Sab’tu tgl 18 Desenber 2010, pukul 14.30 di Jln Raya Agus Salim Kel. Bekasi Jaya Kec. Bekasi Timur Kota Bekasi,sementara dalam Berita Acara Penangkapan yang dibuat penyidik yang disertakan juga dalam Berkas Perkara tersebut dinyatakan bahwa penangkapan terhadap Bobby Derifianza dilakukan pada Hari Sab’tu tgl 18 Desmber 2010, pukul 23.30 wib sebagaimana tela terungkap juga dipersidangan. Hal ini diduga dilakukan sebagai upaya memenuhi tututan konsfirasi yang dibangun para oknum penegak hukum Kota Bekasi untuk mendapatkan sejumlah uang, sebab JPU Ahmad Patoni dijuluki sebagai ATM Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Dalam Surat Tuntutan yang dibuat dan dibacakan Oleh JPU Aris Munandar SH. di hadapan persidangan hari Kamis tgl 11 Agustus 2011,terlihat jelas kesan dipaksakan yang mengindikasikan keterlibatan JPU dalam konsfirasi tersebut.Sebab tuntutan yang dikenankan sesuai rencana semula adalah melakukan tindak pidana “menggunakan Narkotika secara bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan ke dua pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
         Demikian juga keterangan yag dituliskan oleh Jaksa Penuntut Umum Aris Munandar SH,dalam poin 9 (sembilan) pada tiap keterangan, dari keterangan saksi-saksi yang ada didalam Surat Tuntutan Nomor Reg. Perk : PDM -319/II/BKS/03/2011, dengan menyatakan bahwa kedatangan para penyidik Polrestro Kota Bekasi adalah untuk memberitahukan kepada orang tua Bobby, yang mengesankan seolah-olah Bobby tidak ditangkap pada waktu itu dan dijadikan sebagai barang buktidalam Surat Tututannya, merupakan pemutar balikan fakta (anomali), karena hal tersebut tidak perna dinyatakan selama masa persidangan. Sebab bukanlah hal yang lazim dan tidak termasuk dalam SOP Kepolisian, seorang yang ditangkap dan telah dilakukan pemeriksaan dibawa kerumahnya untuk memberitahukan kepada keluarga secara lisan,tetapi harusla diberitahukan secara tertulis dan dilengkapi Surat Perintah Penangkapan, yang justru malam itu tidak dapat ditunjukkan oleh Petugas Kepolisian Polrestro Kota Bekasi, sementara itu jarak rumah saya dengan Mapolrestro Kota Bekasi sangat jauh dan berbeda Provinsi. 
                Dari keseluruhan isi Surat Tuntutan yang dibuat dan dibacakan pada hari Kamis tgl 11 Agustus 2011,terlihat upaya JPU untuk mengaburkan pokok perkara yang sesungguhnya yaitu kepemilikan dan tujuan peruntukan Narkotika jenis ganja tersebut.Padahal dari pengakuan tersangka Afriska, baik dihadapan persidangan maupun diluar persidangan sebagaimana telah di tuliskan dan ditandatanganinya diatas meterai,jelas terungkap bahwa Narkotika Jenis ganja tersebut di belinya dengan menggunakan uang sendiri seharga Rp. 50.000 atas pesanan temannya yang bernama Desti dan akan dibayar seharga RP. 100.000 setelah barang tersebut diterimahnya.
                Mampukah Sri Andini SH memberikan keadilan dalam putusan yang akan diberikannya pada hari Selasa tgl 23 Agustus 2011 yang akan datang, sebagai perjuangan akhir para pencari keadilan tanpa melukai rasa keadilan para pencari keadilan?.Beranikah Sri Andini SH selaku Hakim Ketua yang juga Wakil Ketua pengadilan menorehkan sejarah baru bagi keharuman nama Pengadilan Negeri Bekasi dengan memberikan keputusan sesuai keyakinannya dan hati nurani sebagai wakil Tuhan ??.Apa yang akan diberikan Sri Andini kepada rakyat Bekasi sebagai kenang-kenangan dan oleh-oleh di akhir masa jabatannya di Pengadilan Negeri Bekasi??.

Berita TKI


TERKAIT SMS TKW DARI MESIR

RASA TAKUT BNP2TKI KEPADA PPTKIS DAN DIKEMBALIKANNYA TKI KE AGEN OLEH KBRI PENYEBAB PENDERITAAN TKI DI LUAR NEGERI 
 John Wilson sijabat, Ket. Departemen Antar Lembaga DPP-Ikatan Pemuda Indonesia


Jakarta SBN -----Mampukah sang pelindung memberikan rasa nyaman dan terlindungi kepada yang dilindunginya jika, sang pelindung ternyata juga menjadi bahagian dari penyebab rasa ketidak nyamanan itu sendiri.Tidakkah yang dilindungi justru akan mengalami penderitaan yang tragis namun tersembunyi,karena kenyataan yang sesungguhnya telah tertutup rapat terbungkus kekuasaan si pelindung.
                Demikianlah pertanyaan yang patut kita cermati atas pernyataan salah satu staf Direktorat Perlindungan BNP2TKI, saat wartawan media ini melaporkan  permasalahan yang dialami Aisyah, TKW yang mengadukan nasib dan keinginannya untuk pulang dari Mesir , lewat sms (pesan singkat) kepada redaksi Suara Buruh Nasional (SBN edisi 114/11-18 Agustus 2011,Tahun IV).Alasan yang dikemukakan oleh Sadimun Staf dari Dir. Perlindungan BNP2TKI tersebut adalah,  takut PPTKIS merasa tersinggung karena tidak diberitahukan terlebih dahulu,kecuali jika TKW tersebut membuat pengaduannya secara lansung lewat telepon maupun sms ke Crisis Center, seolah-olah operaional BNP2TKI di bawa kontrol PPTKIS tersebut.
                Demikian juga tindakan KBRI Bahrain yang mengembalikan TKW ke-agen, padahal KBRI tau pasti permaslahan yang dialami oleh TKW yang datang ke KBRI, bagaimana para TKW memperjuangkan nasibnya dari cengkraman dan penganiayaan majikan, maupun agen tenaga kerja di Negara tersebut.Bahkan dari cerita yang dikirimkan Aisyah selama dalam pelariannya menuju KBRI, ancaman pemerkosaan dari lelaki iseng dan perampasan harta benda kerap dialami para TKW saat menuju KBRI.Lebih ironis lagi beberapa petugas KBRI yang diharapkan dapat melindungi para TKW selama di KBRI berlaku kasar untuk menciptakan suasana takut dan frustasi ,sehingga para TKW kehilangan harapan untuk dapat pulang ke kampung halamannya dengan bantuan Pemerintah.
                Suasana mencekam yang diciptakan oleh beberapa petugas KBRI tersebut, sering dimanfaatkan oleh para agen untuk menjalin kerjasama di balik layar, sehingga TKW tersebut di kembalikan ke Agen untuk dipekerjakan kembali kepada majikan yang baru yang katanya pasti lebih baik dari majikan sebelumnya.Alasan yang dikemukakan petugas KBRI kepada TKW adalah,tidak adanya dana pembiayaan yang disiapkan pemerintah untuk mengembalikan TKW ke kampung halamannya. Maka jika TKW benar-benar ingin pulang kekampung halamannya maka, harus menggunakan uang pribadinya untuk mengganti rugi sisa kontrak kepada Agen dan biaya tiket pulang.Solusi terbaik yang ditawarkan petugas KBRI adalah kembali bekerja untuk mengumpulkan uang, KBRI menjamin akan mengawasi keadaan para TKW selama masa bekerja dengan majikan yang baru yang sesungguhnya hanya merupakan alasan belaka.
                Rangkaian kejadian yang dialami Aisyah ini merupakan konsfirasi yang dibangun antara Lembaga yang seharusnya melindungi para TKI dengan PPTKIS nakal yang hanya mengutamakan bisnis dan keuntungan besar.Praktek curang yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah yang seharusnya melindungi TKI dan Warga Negara yang mengalami permasalahan justru mengakibatkan penderiataan bagi para TKW, bahkan praktek tersebut mengakibatkan munculnya korban seperti Sumiati, Darsem, Ruyati dll.
Patut diduga tampilnya sifat Heroik pemerintah dengan penangan yang over bahkan menjurus kepada pembenaran perbuatan pidana seperti yang dilakukan Darsem dan Ruyati,meskipun harus mengeluarkan hingga miliyaran rupiah merupakan tindakan untuk menutupi aib Pemerintah yang seungguhnya adalah penyebab segalah penderitaan TKI di Luar Negeri.
                Apa  yang menjadi dasar pertimbangan dalam pembentukan UU RI No. 39 Tahun 2004, tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri,huruf (d) bahwa, Negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga Negara yang bekerja baik di dalam maupun diluar Negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi,keadilan sosial,kesetaraan dan keadilan gender,anti diskriminasi dan anti perdagangan manusia. Hal ini justru dilanggar oleh lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah, baik itu BNP2TKI ataupun KBRI yang berada dibawa naungan Kementrian Luar Negri yang dalam sosialisanya hanya memberitakan keberhasilan saja tanpa menegaskan kegagalan yang akan menjadi acuan penerapan Undang-Undang yang di buat.Dengan kejujuran sajalah dapat ditemukan solusi untuk permasalahan TKI, apakah akan merevisi Undang-Undang tersebut, atukah merubah struktur  pelaksanaan dalam  sistimnya.
                Alasan BNP2TKI dan KBRI untuk tidak serius menangani permasalahan yang dialami Aisyah, padahal sudah hampir satu bulan mengadu ke BNP2TKI dan Kemlu dengan mengatakan bahwa, permasalahan Aisyah tidak terlalu berat. Demikian juga penyekapan dan percobaan pemerkosaan itu terjadi pada majikan sebelumnya,sedangkan majikannya yang sekarang tidak bermasalah sehingga tidak ada alasan untuk mengambil Aisyah dari majikannya, merupakan penghiatan terhadap rasa Kebangsaan dan Undang-Undang, sebab dibentuknya kedua lembaga tersebut adalah untuk melindungi rakyat secara keseluruhan dan pembiayaan dari kedua lembaga tersebut berasal dari uang rakyat untuk kepentingan perlindungan rakyat.
                Dalam ketentuan umum Bab 1 pasal (1) ayat 4 UU RI No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri telah diatur bahwa, Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum,selama,maupun sesuda bekerja.
Dengan mengacu kepada pasl 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, maka perlindungan yang diberikan kepada CTKI/TKI mengutamakan keselamatan Tenaga Kerja baik fiik,moril maupun martabatnya.Mungkinkah BNP2TKI dan Kemlu melaksanakan tanggung jawabnya, sementara BNP2TKI takut bahkan cenderung melindungi PPTKIS,sedangkan KBRI yang bekerja sama dengan para Agen di luar Negeri sebagai penyebab penderitaan yang dialami Aisyah sang TKW yang kini tercekam menderita fisik dan mental akibat hilang kepercayaan kepada pemerintah yang seharusnya melindunginya.

Minggu, 07 Agustus 2011

News Higlight


SMS TKW DARI MESIR (2)
PERJUANGAN KU TERNYATA SIA-SIA DAN ANGGAPLAH  AKU TELAH MATI
Ø  KBRI DIDUGA LAKUKAN WOMEN TRAFFICKING
Ø  BNP2TKI TAKUT PPTKIS MARAH DAN TERSINGGUNG
Jakarta SBN ------“Jeritan hati kami para TKW, mengadu nasib di Negeri orang untuk meningkatkan taraf  hidup sebagai upaya keluar dari kemiskinan. Jika di Negeri tercinta ada lowongan kerja yang memadai pasti kami tidak akan merasakan  tindak kekerasan dan pelecehan. Sering kami para TKW dijadikan bahan pelcehan sexual oleh majikan, bahkan di jalan berjuang sendiri, sering bertemu laki-laki iseng dan hampir –hampir diperkosa, setelah melihat  kibaran Bendera Merah Putih hati kami  merasa gembira, ternyata perjuangan kami sia-sia karena KBRI mengembalikan kami ke Agen.
                Apakah kalian pernah bertanya mengapa kami gonta-ganti majikan ?, sungguh bodoh TKW kabur tanpa alasan karena di jalan berisiko nyawa dan kehormatan, wahai bapak-bapak Pemerintah tidakkah kalian dengar jeritan dan lihat penderitaan anak-anak mu ?, atau sesungguhnya pura-pura tidak tau ????, inilah nasib para pahlawan Devisa, tak berdaya dan tertekan”.
                Demikianlah SMS yang dikirimkan Aisiya dari Jordan, Jum’at 05/8-2011, pukul 19.43 waktu Jordan, sesaat setelah salah satu pejabat Deplu menghubunginya dan mengatakan” jika Aisiyah ingin pulang ke kampung halamannya, harus membayar ganti rugi karena masa kontraknya masi tujuh bulan lagi, demikian juga ongkos pulang harus menggunakan uang sendiri, itupun jika agen dan majikan mengijinkannya pulang, sebab KBRI tidak dapat mengambil Aisiyah tanpa seijin majikan dan agen”. Bahkan yang lebih miris lagi, Asep petugas KBRI Jordan mengatakan bahwa, penderitaan Aisiyah tidak terlalu berat sehingga tidak perlu ditangani. Hal ini membuat hati Aisiyah sedih dan haru serta bertanya-tanya dalam hatinya, haruskah penderitaanku separah Sumiati?, ataukah aku harus melakukan kejahatan seperti yang dilakukan Darsem?, agar aku dapat kembali kekampung halamanku ?????? pertanyaan ini jugalah yang dilontarkan Aisiyah kepada SBN. Dengan sedih dan rasa haru yang mendalam Aisiyah memberikan jawaban kepada KBRI Jordan dan Pejabat Deplu dan mengatakan“ anggap saja Aisiyah sudah mati pak, karena suatu hal yang mustahil Aisiyah yang hanya seorang TKW mampu membayar ganti rugi dan ongkos pulang”.
Pupus sudah harapan Aisiyah untuk dapat pulang kekampung halamannya, sebab dalam bayangannya yang ada hanyalah ancaman pergantian maijikan dan pembayaran ganti rugi, serta penganiayaan dan harta bendanya dirampas, sebagaimana yang pernah dialaminya saat di serahkan KBRI Bahrain kepada agen, Aisiyah harus membayar ganti rugi dengan potongan sebulan gaji, itupun setelah melewati perdebatan sengit serta harus menerima penganiayaan degan kekerasan berupa pemukulan dan penyekapan,serta sebagian uangnya dirampas oleh agen di Bahrain. Sebab meskipun telah dua minggu (19/7-2011, saat masih di Mesir-red) wartawan SBN melaporkan keinginan Aisyah untuk pulang ke kampung halamannya ke BNP2TKI, meskipun dijelaskan kondisi fiskologis dan terancam di pindahkan ke Jordan, jangankan mengurus permasalahannya, merespon saja BNP2TKI yang dipimpin Jumhur Hidayat ini tidak mau. “kalau bukan karena nasihat bapak Aisiyah sudah putus asa, saya masih menaruh harapan atas perjuangan bapak, semoga Tuhan memberikan Aisiyah ketabahan dan kekuatan untuk menghadapi semuanya pak, tutur Aisiyah kepada SBN saat menceriterakan jawaban pejabat Deplu yang bernama Andre, lewat ponselnya dari Jordan.
Ø  KBRI DI DUGA LAKUKAN WOMEN TRAFFICKING
           Menanggapi hal ini Herman SH, salah seorang petinggi LSM Anak Bangsa yang telah banyak mengadvokasi permasalahan TKI, ketika di konfirmasi lewat poselnya kepada SBN mengatakan bahwa,dengan dikembalikannya Aisiyah ke agen oleh KBRI,patut diduga Pemerintah telah melakukan tindakan women trafficking yang difasilitasi oleh KBRI, sebab sesungguhnya perlindungan terhadap TKW yang bermasalah di Luar Negeri sepenuhnya menjadi tanggung jawap Pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Bab II UU RI No.  39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan perlindungan TKI diLuar Negeri. Bahkan apa yang dialami Aisiyah sunggu sangat-sangat memprihatinkan karena , kontrak yang dilakukan selanjutnya ( tiga Negara) adalah ilegal dan merupakan trafficking murni yang dilakukan oleh Pemerintah (KBRI), sebab Mesir tidak memiliki perjanjian kerja dengan RI. Apa yang dikatakan oleh pejabat Deplu, merupakan pembohongan publik serta mencari-cari alasan akibat ketidak mampuannya melakukan tanggung jawab untuk melindungi warga Negara Republik Indonesia dari praktek-praktek perbudakan di Negara Timur Tengah. Dengan membebankan segalah resiko dan biaya kepada Aisiyah, merupakan penghianatan terhadap Undang-Undang, sebab masa kontrak kerja yang ditandatangani Aisiya belum berakhir yang otomatis segala resiko yang terjadi akibat kegagalan kerja tersebut merupakan tanggung jawab pihak Ansuransi. Mengembalikan Aisiyah ke agen merupakan tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh Negara sebab, mayat Rohayati saja di tebus, bahkan Negara harus mengeluarkan 4.7 Miliyar rupiah untuk menebus Darsem sang pembunuh dari ancaman hukum pancung,sehingga DPR-RI berencana menganggarkan biaya tersebut dari APBN. Kami siap mendukung perjuangan wartawan Suara Buruh Nasional (SBN) dan siapa saja untuk memperjuangkan hak-hak TKI yang bermasalah, dan jika diperlukan kami siap turun kejalan agar Jumhur sadar bahwa lembaga yang dipimpinnya tidak ada apa-apanya, ucapnya kepada SBN menutup tanggapannya.


Ø  BNP2TKI TAKUT PPTKIS MARAH DAN TERSINGGUNG
            Ketika hal ini coba dikonfirmasikan SBN ke Direktorat Perlindungan BNP2TKI, salah seorang staffnya kepada SBN mengatakan, jika memang TKW tersebut datang meminta perlindungan ke KBRI dan ingin pulang, seratus persen pasti kita pulangkan ucapnya. Ketika SBN mengatakan mengapa Aisiyah tidak di pulangkan ?, saya juga heran tuturnya. Ketika SBN meminta pihak Direktorat Perlindungan Timur Tengah untuk menelepon Aisiyah, dijawab oleh Sadimun “ sebaiknya bapak ke PPTKIS saja dulu, nanti kalau PPTKIS tidak sanggup baru ke sini, takut nanti PPTKIS yang mengirimkannya menjadi marah karena merasa tersinggung, karena tidak diberitahukan terlebih dahulu”,  ucapnya kepada SBN, seraya menolak untuk menghubungi Aisiyah secara langsung. Ada apa pak Jumhur ??, mana janjimu dalam peresmian crisis center ??, jangankan untuk langsung bertelepon dengan Jumhur, lima nomor yang diberikan petugas crisis center tak satupun dijawab petugas, sesekali telepon akan menjawab, “telepon yang anda panggil sedang digunakan”. Bagamana mungkin BNP2TKI dapat melindungi para TKI dari cengkraman dan kesewenangan majikan dan para agen di Luar Negeri, jika menghadapi PPTKIS saja tidak berani karena takut merasa tersinggung, Keberadaan BNP2TKI sebagai lembaga koordinasi untuk perlindungan TKI yang di bentuk dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden SBY ini, yang menghabiskan dana Milliyaran rupiah dari dana APBN, masih pantaskah dipertahankan ????. (John WS)