Kamis, 04 Juli 2013

Dampak Budaya Feodalisme Terhadap Mentalitas Bangsa (bag 3)



Wawasan Kebangsaan
Dampak Budaya Feodalisme Terhadap Mentalitas Bangsa (bag 3)

Oleh : Bachrum Musa
Ø     Pihak Rakyat :
1.       Tidak merasa ikut memiliki Negara.
2.       Berusaha agar bisa memasuki jajaran kelas penguasa. Tindakan ini dilakukan melalui pendidikan formal.
3.       Tidak merasa rugi jika Indonesia pecah menjadi beberapa Negara. Artinya, tidak mau tahu nasib Negara, (karena bukan pemilik Negara). Lanjutannya  mengurangi rasa solidaritas nasional.
4.       Merasa tidak senang, malah membenci kelas penguasa, terutama yang menggunakan atribut semacam militer, pamong praja, dan sejenisnya. Rasa tidak senang itu bisa dilampiasakan lewat merusak telepon umum, atau apa saja milik pemerintah di tempat umum.
5.       Selalu takut kepada penguasa, khususnya tingkat kelas paling awah, di pedesaan atau pedagang kaki lima, serta tukang becak. Rasa takut sudah membudaya, sampai kepada pameo “jangan nangis, ada Polisi”.

6.       Tidak merasa perlu ikut Parpol walau pada setiap pemilu ikut mencoblos tanda gambar karena takut sisalahkan.
7.       Tetap mempunyai simbol kepada tokoh kharismatik dan percaya pada ramalan Joyobaya, sehingga keikutsertaan pada kegiatan spiritual dihubungkan dengan harapan datangya perubahan.
8.       Secara formal tunduk dan patuh kepada pejabat, walau dalam hati sangat membenci, seperti umumnya di kalangan  masyarakat paling bawah. Kebiasaan ini menjadi tumbuhya mentalitas munafik.
9.       Akibat tidak adanya parpol yang independent, rakyat menjadi cair walau tampak bersama-sama, namun tidak terbentuk pendapat yang programatis. Massa mengambang benar-enar menjadikan rakyat tidak potensial di bidang politik.  Akibat tumbuhnya rasa ketidakpedulian terhadap masalah bangsa, dan menjauhkan diri dari persoalan Negara.
10.   Kebiasaan menyuap menjadikan rakyat pun melakukannya tanpa rasa bersalah, sehingga mentalitas korupsi dan suap-menyuap menjadi kebiasaan sehari-hari. Mulai dari pembuatan KTP, Surat Kelakuan Baik, biaya masuk sekolah, naik haji, memperpanjang STNK, dll.

Ø    Apa Yang Harus Dilakukan ?  
1.       Intelektual kelas margianal seharusnya mau mempelajari secara objektif apa sebenarnya kini yang terjadi di Indonesia. Dari hasil pelajaran dapat disimpulkan mana yang salah dan yang benar.
2.       Juga sewajarnya mempelajari kembali apa yang diwariskan pejuang-pejuang kemerdekaan, termasuk Pancasila, UUD 45, juga dihubungkan dengan kebutuhan rakyat Indonesia sekarang dan di masa depan, juga dihubungkan dengan perkembangan dunia dan posisi Indonesia di tengah-tengah bangsa-bangsa.
3.       Intelektual marginal agar coba berusaha tidak memasuki kelas pemilik Negara, walau akibatnya amat tragis. Kemudian rela terjun ke tengah rakyat jembel, apalagi jika mungkin tindakan terjun itu dilakukan secara programatis denga para intelektual lainnya.  Alangkah bahagianya rakyat jembel (miskin sekali –red) Indonesia di luar Jawa, bila ada intelektual yang mau menyertai mereka berdisusi tidak sebagai guru, melainkan sebagai warga di pedesaan sana. Dengan begitu kaum intelektual ini akan menginspirir rakyat desa beproduksi secara efisien, selai berfikir secara rasional untuk kemudian bertindak di bidang politik.
4.       Intelektual yang sadar hendaknya membentuk kelompak, selain bagi studi permasalahan, juga bagi kelompok penyusun kekuatan riil politik yang berbasis kepada rakyat jembel tadi. Walau dalam 3 sampai 5 kali pemilu tidak dapat hasil, akan tetapi suara yang dibawa oleh intelektual-kerakyatan itu pasti menggema di hati sanubari rakyat untuk pada pemilu lanjutannya, partai intelektual kerakyatan ini akan meraih kemenangan.
5.       Hanya dengan berguru kepada masa kesulian, atau masa diktaturisme yang merajalela belakangan ini, dengan hati yang teguh tidak mengulangi kejahatan seperti itu dan bepedoman pada kesempatan pada amanat penderitaan rakyat, kekuatan intelektual-kerakyatan itu, tidak mengualangi tragedi orde baru, akan mampu membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur serta modern.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar