WANTARA, Bekasi
Buruknya kinerja jajaran Polresta Bekasi Kabupaten, dalam menangani laporan pengaduan banyak dikeluhkan masyarakat Kabupaten (Kab) Bekasi. Tebang pilih dalam menangani pengaduan tersebut sangat mencolok dan terkesan standard ganda, sehingga banyak merugikan pihak yang lemah ekonomi dan menguntungkan bagi mereka yang berkantong tebal.
Seorang pelapor yang merasa kecewa atas pelayanan jajaran Polreta Bekasi Kabupaten,
Eva Samsinar Tambunan Kamis (21/2) kepada WANTARA mengatakan, sudah hampir tiga tahun Laporan Pengaduannya (LP) terkait penggelapan rumah yang dilakukan oleh mantan suaminya Jones Luhut Simanjuntak bersama sepupuhnya bernama Edison Tambunan, yang mengakibatkan Eva hidup luntang-lantung tanpa tempat tinggal yang menetap.
Meski menurut penyidik Unit harda Polresta Bekasi Kabupaten bernama Briptu Hendri, berkas LP telah dikirim ke Kejaksaan Cikarang (tanpa memberikan bukti-bukti penyerahan berkas perkara), dan Surya (pembeli) yang saat ini menempati rumahnnya telah ditetapkan menjadi tersangka dan dijerat tindak pidana, ‘memasuki pekarangan rumah tanpa izin yang berhak’ namun hingga kini prosesnya tak jelas, bahkan kata Eva, Surya dan keluarganya masih mendiami rumah miliknya tersebut. Menanggapi hal ini Sekjen DPP LSM GERAK, John W Sijabat kepada WANTARA di kantornya, mengatakan, bahwa kekecewaan masyarakat atas buruknya kinerja jajaran Polresta Bekasi Kabupaten, khususnya Unit Harda di bawah pimpinan AKP IPIK Gandamanah SH, banyak dikeluhkan masyarakat. “Tebang pilih dalam menangani laporan pengaduan yang dikeluhkan masyarakat Kab. Bekasi, yang masuk ke kantor kami banyak,” ujar John. John juga menambahkan, Kapolri seharusnya tanggap dengan situasi dan kondisi yang terjadi di jajaran Polresta Bekasi Kabupaten, sehingga citra Polri tidak rusak oleh ulah segelintir oknum yang mengais rezeki di atas penderitaan orang lain.
Perlu Perhatian Salah satu perkara yang perlu mendapat perhatian serius dari Kapolri Jenderal Timor Pradopo, kata John adalah penanganan perkara pencuiran padi di Desa Karang Bahagia (kedua pihak yang beperkara saling melapor).
Laporan Pengaduan pertama dibuat oleh Samsudin selaku penggarap tanah kas desa (TKD) pada tanggal 06 Juni 2010 dengan Nomor Surat Tanda Penerimaan Laporan/Pengaduan (STPL) Nomor : LP/892/K/VI/2010/SPK/Restro Bekasi Kabupaten, sebagai terlapor H. Iday Bin Encing.
Selanjutnya pada tanggal 11 Desember 2010, H. Inday Bin Encing membuat LP “tandingan” dengan STPL Nomor Pol : LP/1759/K/XII/2010/Resta Bekasi, dan nama terlapornya adalah Samsudin.
Diskriminasi yang dilakukan oleh penyidik jajaran Polresta Bekasi Kabupaten jelas terlihat manakala laporan yang dibuat oleh H. Inday Bin Encing, ditangani secara serius hingga ke persidangan, sedangkan laporan yang dibuat oleh samsudin meski pun telah melakukan protes dan membuat laporan ke Kabid Propam Polda Metro Jaya pada tanggal 07 Navember 2011, dengan STPL Nomor : STPL/94/XI/2011/Panduan, hingga kini tak jelas rimbanya.
John menambahkan, perlunya Kapolri turun tangan bukan saja karena banyaknya laporan dan keluhan masyarakat, tapi kata John, Kepala Bidang Propam Polda Metro Jaya sepertinya turut andil dalam terjadinya tindakan diskriminatif dan standard ganda yang terjadi di jajaran Polresta Bekasi Kabupaten, dengan cara melakukan pembiaran dan jika dlakukan tindak lanjut atas laporan pengaduan masyarakat terkesan tidak transparan, karena sidang kode etik maupun tindakan yang dilakukan secara tertutup dan hasilnya tidak diberitahukan kepada masyarakat.
Khusus dalam penangan laporan pencurian di Desa Karang Bahagia, banyak terlihat kejanggalan, selain tebang pilih penanganan LP juga dalam menempatkan tersangka. Dalam LP yang dibuat H. Inday yang diproses hingga ke persidangan diduga telah terjadi tebang pilih dan perubahan tersangka.
Hal ini menimbulkan anomali hokum, sebab dari enam terduga pelaku hanya satu yang diajukan menjadi tersangka, bahkan tersangka yang diajukan bukanlah tersangka yang dilaporkan oleh pelapor ( LP/892/K/VI/2010/SPK/Restro. Bks. Kab). Selain itu, dari sebesar Rp. 7 juta kerugian yang diajukan pelapor, tersangka yang diajukan ke persidangan hanya mendapat bagian sebesar Rp 500, lantas mengapa pelaku lainnya yang memerintahkan dan mendapat bagian lebih banyak tidak diajukan sebagai tersangka.
Ironis memang, laporan H. Inday yang dibuat beberapa bulan setelah dilaporkan, meski hanya berbekal kwitansi yang sudah kadaluarsa diproses hingga ke meja hijau. Sementara laporan Samsudin yang telah dilaporkan terlebih dahulu, meski telah dilengakapi berbagai barang bukti, tidak ditindak dilanjuti penyidik.
Bagaimana pula nasib laporan samsudin penggarap tanah TKD yang terlebih dahulu melapor? Meski pun Polisi telah melakukan olah TKP dan membawa padi yang dipanen H. Inday sebagai barang bukti, namun kelanjutan kasusnya hingga kini masih abu abu alias tak jelas. Lalu bagaimana Kapolri Jenderal Timor Pradopo menyikapi kinerja buruk bawahannya di Polresta Bekasi Kabupaten, ini ?? Masih menjadi pertanyaan besar, kata John. (Jarliman/Ram)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar